Labels

Kamis, 22 Maret 2012

Pemandangan Sore ini,..

Setelah kabur meninggalkan my lovely campus, tak sengaja aku bertemu mb ida, sekalian daripada aku ngoceh sendiri dimotor setidaknya untuk kali ini aku tak dianggap orang gila lagi karena ngoceh sendiri dimotor. Tak apalah jadi tukang ojek mb ida sejenak, anter kesana kemari, tapi tak apa mumpung lagi gak ada kerjaan. Sebelum mengantar sang putri ke kosan, mampir sejenak di atm bni sirojudin, dipinggir jalan sebelum kos wafa.

Menunggu didepan atm, Mataku tertuju pada sebuah mobil yang parkir didepan sebuah restoran jepang, toyota yaris kinclong, warna putih, bermotif bunga-bunga, sungguh tampak girly. Pasti yang punya cewek and sudah bisa dipastikan feminin banget. Alhasil tak lama kemudian pintu mobil terbuka, mataku tak berkedip menatap bidadari-bidadari yang keluar dari mobil itu. Empat gadis cantik, tampak dari penampilannya, mereka anak-anak gaul fakultas tetangga yang terkenal dengan kampusnya anak-anak tajir, anak-anak hedon, anak-anak pejabat, diketarai dengan stiker fakultasnya dipojok kanan depan kaca. Mereka menampakkan diri dengan rambut terurai lurus warna keunguan, dengan rok dua puluh centi diatas lutut berwarna ungu tua, dengan kaos nyentrik warna ungu muda, didukung postur tubuh biola dan paras nan ayu. Aku jadi inget, apa mereka ya yang sering disebut cowok-cowok di kampus ini dengan sebutan VIOLET,.. yup aku rasa tebakanku gak salah disudut bawah kaos masing-masing mereka terbaca tulisan Vina, Oliev, El_a, dan Tea-ra.

Haha,.. aku tertawa geli melihat mereka, mengingatkanku pada lima belas tahun yang lalu,... ya tepat sekali,... aku jadi inget masa-masa TK. Masa dimana masih pakai seragam, dengan rok masih diijinkan diatas lutut, membentuk genk-genk si kaya and si miskin,.. maaf jika aku memandang mereka seperti anak TK,.. tapi itu hanya pikiranku saja, karena aku yakin benar pasti uang yang mereka gunakan tinggal tarik atm, dan mereka belum merasakan bagaimana caranya mendapatkan uang dengan keringat mereka sendiri. Tak bisa dipungkirilah,.. es teh harga mahasiswa di warteg atau warung-warung makan biasa hanya 1000 rupiah, tapi di restoran itu bisa sampai 10.000 rupiah. Aku juga heran bagaimana bisa semahal itu, aku belum tahu apa yang membuatnya mahal, tapi aku sering dengar yang mahal dari restoran itu prestigenya. Emang sih prestige itu sesuatu yang sangat mahal bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya, tak heran, hanya untuk makan yang namanya prestige ini, untuk sekali kunyah bisa mencapai ratusan ribu. Aku jadi berpikir “apa benar Indonesia bisa disebut negara miskin?? Klo aku lihat kenyataan ynag seperti ini, aku rasa Indonesia adalah negeri yang kaya, gimana tidak,.. masih mahasiswa saja dia udah kaya, bawa mobil, nongkrong di restoran elit, padahal posisinya masih jadi mahasiswa yang belum punya penghasilan...” tapi tak apalah,.. alhamdulillah negeri ini kaya,..

Tak lama,. Seorang bapak tua mengalihkan pandanganku. Seorang bapak bertopi biru lusuh, berjenggot putih panjang, celana diatas mata kaki, dengan baju batik biru yang dikenakannya cukup menarik perhatianku. Bapak yang tampak berumur diatas enam puluh tahun ini, berusaha sekuat tenaga menyusuri sepanjang jalan, dengan kaki yang tak normal, agak sedikit pincang menyusuri jalan ini untuk menjajakan daganganya, celana kolor berwarna merah, ijo, coklat dan yang lain. Tapi terlihat sorot mata optimisme memancar kuat dari kilatan matanya.

Tak mampu aku menahan hati ini yang perih teriris melihat pemandangan ini. Dua sisi kupandangi negeriku, aku jadi berpikir dua kali untuk menjawab bagaimana kondisi negeri ini. Satu sisi menggambarkan, rakyat negeri ini sejahtera bahkan anak TK pun pegang BB. Disisi lain, bapak berusia diatas 60 tahun pun masih mengais rezeki. Aku pun bertanya apakah ini yang dinamakan suratan takdir, atau apa yang sebenarnya sedang dialami negeri indah ini... apakah akan selamanya gap sikaya simiskin ini akan terus dipupuk dan diperkembangbiakkan. Apakah pemegang kursi diatas sana masih ingat bagaimana ia bisa duduk dikursi panas atau dengan mudahnya melupakan sang pewaris tahta, kami rakyat jelata.