Labels

Selasa, 08 Oktober 2013

Rintihan Kencana

Tak beda jauh dengan daerah asalku di kota kecil ujung barat jawa timur, aroma pedesaan masih tercium disini, disini di Tembalang, Semarang. Binatang ternak warga masih ditemui dimana-mana bahkan di area kampus, banyak mahasiswa yang kekampus jalan kaki dan kendaraan pun tak terlalu padat. Masih gampang ditemui lahan hijau dan kebun-kebun milik warga.  Belum banyak juga perumahan dan bangunan bertingkat khas kota metropolitan. Masih bisa menemui perbukitan nan menghijau. Rombongan kerbau milik warga pun masih asyik bermain dibawah rindangnya pepohonan. Masih bisa dengan nikmat menikmati sejuknya pagi hari.

Tapi itu dulu,.. 4 tahun yang lalu ketika aku baru pertama kali menginjakkan kaki di kota ini... Tak usah berharap terlalu banyak tentang semua itu, semua itu hanya masa lalu.

Tembalang yang sekarang,.. udara yang panasnya membakar kulit. Mahasiswa yang hampir semua menaiki kendaraan bermotor, jalanan yang padat bahkan sering macet di jam-jam tertentu. Kebun-kebun sudah berubah jadi perumahan, kandang ternak berubah jadi kos-kosan bertingkat. Lahan hijau dan bukit-bukit itu sudah menghilang entah kemana. Kini bukit-bukit itu menangis, merintih kesakitan. 
Bukit Kencana tinggal nama
Pengerukan tiada henti

Rintihan Kencana

Salah siapa?? 
apa mungkin salah sopir-sopir truck pengangkut pasir yang mengantri sejak dini hari itu? 
tidak, mereka tak tau apa-apa
mereka dibayar oleh para juragan, mengais rizki untuk anak istri
Atau mungkin salah pengemudi traktor yang menjalankan mesin pengeruk? 
tidak, itu bukan mereka,.
mereka hanya menjalankan tugas

Lalu siapa?? 
mereka orang-orang yang bersembunyi dibalik dasi
duduk manis dibelakang meja kendali
meraup semua keuntungan tiada henti
Mereka orang-orang bertopeng eksplorasi untuk negeri
padahal hanya untuk menumpuk kekayaan pribadi

Alam merintih tiada henti,.. 
dan aku,.. 
aku hanya bisa diam tak berarti,..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar